UNTUK HUT
RI KE 74
KIBARKAN
BENDERA DI 17 TEMPAT
“Senggiling
Yang Menarik Hati”
(Episode
Kedua)
Pantai Senggiling, Bintan
Hallo
pembaca. Ini adalah bagian episode kedua dari cerita Kibarkan Bendera di 17
tempat. Setelah keluar dari gerbang masuk simpang Lagoi. Kami berhenti sebentar
membuat rencana, karena tidak akan terkejar untuk mengambil titik pengibaran
bendera. Jadi, aku dan Gode memutuskan untuk ke arah pantai Sekera. Ya pantai
ini juga juga jadi andalan dari Kabupaten Bintan. Sekitar jam 4 sore kami sudah
sampai di pantai ini. Pantai ini sangat panjang, kami sengaja menyusuri hingga
ke ujung jalan pantai ini. Terbagi menjadi banyak tempat wisata padahal hanya
satu pantai. Kami tiba di ujung jalan dari pantai Sekera, kalau belok ke kiri
itu ke arah Pelabuhan Tanjung Uban, dan didepan kami ada jalan yang dibuat dari
papan kecil. Sengaja kami masuk kesana. Suasana berubah. Ini sangat
disayangkan, karena ujung dari pantai Sekera ini hanya tinggal
bangunan-bangunannya saja, tidak di pakai lagi, sungguh seperti suasana film horor,
kanan kiri pohon menjulang tinggi, hingga kami mentok diujung jalan yang sudah
taada jalannya lagi. Kami kembali ke arah jalan besar, sudahku persiapkan titik
dimana saja untuk mengibarkan bendera.
Ya
kami masuk ke salah satu Gapura Kampung Bugis. Menjadi daya tarik ku sendiri
mengapa memilih ini, karena ini salah satu perkampungan Bugis, ya salah satu
dari suku di Indonesia. Pada sore itu banyak juga yang datang ke pantai ini,
biar menikmati sunset barangkali.Titik selanjutnya adalah pemandangan pantai
yang indah dari atas bukit. Walau hanya semak-semak, tetapi kita bisa melihat
pantai Sekera dari atas bukit ini, aku sedikit takut untuk mengambil poto
disini, karena tepat dibawah kami adalah jurang. Ya ini titik ke tujuh
pengibaran bendera, sebut saja Bukit Pantai Sekera. Tempat selanjutnya adalah,
patung penyu yang ada di bagian pantai Sekera ini. Kalau kita membuka Google
Maps, ketika membuka Pantai Sekera maka yang muncul adalah gambar penyu ini. Banyak
juga pengunjung yang datang kesini, hanya untuk menikmati salah satu bagaian
dari Pantai Sekera. Ini adalah titik ke delapan aku mengibarkan bendera. Sudah
delapan titik, masih di deretan pantai sekera, ada deretan pohon kelapa sangat
bagus untuk berfoto ria. Namanya Bintang Sayang. Ini juga salah satu daya tarik dari pantai
Sekera ini. Kita bisa melihat luasnya pemandangan pantai Sekera dari jalan ini.
Ya ini adalah titik ke sembilan aku mengibarkan bendera. Empat titik di satu
Pantai Sekera ini. Kami mengakhiri perjalanan kami di Sekera dan segera melanjutkan
perjalanan ke arah rumah Gode, ke Pengudang tadi. Tentu sangat jauh, butuh
waktu satu jam lebih mengendarai motor.
Gode
tak ijinkan aku lagi membawa motor setelah insiden di titik kedua pengibaran
bendera tadi. Dia yang takut, dan aku juga sedikit takut dan trauma. Walau
sudah berkilo-kilometer Gode masih kuat. Ya kami ke arah Teluk Bakau, daerah
wisata Pantai Trikora, yang juga sangat terkenal di Bintan, bahkan Trikora 3
sering didatangi turis-turis asing karena keindahan pantai, air, dan batu-batu
granitnya. Kami tiba di simpang Trikora 3, titik selanjutnya adalah berurutan
dari Trikora 1 sampai Trikora 5, namun, tiba-tiba Gode ada keperluan ke arah
Kawal, Kijang, akupun tak mempermasalahkannya, walau misi ku hari itu tak
selesai, namun pengibaran bendera tetap kami lanjutnya di Pantai Trikora 1, 2, 3,
dan di akhiri di Pantai Berakit. Pantai Berakit ini juga sangat bagus. Luas,
banyak bebatuan tersebar di pantai ini. Mungkin sudah menjelang magrib, warna
air pantai sudah tidak kelihatan lagi. Kata Gode, airnya juga bening sama
seperti di Pantai Pengudang. Setelah berfoto dengan mengibarkan bendera, kami
duduk sebentar. Sebentar melepas lelah, dengan melihat ombak datang saling
berlomba. Mungkin di lain waktu, aku ingin datang lagi ke Pantai Berakit, untuk
sekedar menikmati pantai yang tenang ini. Matahari sudah tenggelam, sudah
malam, bintang-bintang mulai berkeliaran di angkasa, dan udara mulai dingin
dirasa. Mungkin sekitar setengah jam lebih dari Pantai Berakit ke rumah Gode.
Sambil mengingat perjalanan hari itu, akan kuceritakan titik kedua pengibaran
bendera.
Perjalanan Menuju
Senggiling
Ini
adalah perjalanan tidak terencana, karena pada malam harinya sebelum esoknya
berangkat kami sudah membuat rencana akan ke tempat apa saja. Perjalanan dari
Pengudang menuju Lagoi, terselip sebuah cerita. Saat Gode sudah sampai di SMA N
1 Teluk Sebong, sekolahnya dulu, ia sedikit bercerita sambil memacu sepeda
motornya dengan cepat. Tak sengaja aku melihat ke arah panah bertuliskan
Senggiling. Lalu kutanya Gode, Senggiling itu apa, itu adalah pantai ia
menjawab. Cantik tidak pantainya kutanya lagi. Gode bilang pantainya cantik cuma
jauh dan jalanya tidak bagus. Ku ajak ia kesana, dan kusuruh memutar motor.
Sambil memutar motor, Gode awalnya takut dan ragu-ragu, awalnya ia bilang itu
sangat jauh, jauh sekali. Jalannya sepi dan tidak bagus, juga masih hutan. Gode
benar-benar takut, mungkin sangat takut. Karena memang benar, jalanya sepi.
Tidak ada satupun orang yang lewat. Kita berdua terus memacu motor mengikuti
jalan. sampai pada akhirnya kita ke jalan yang masuk ke perkebunan. Karena ada
deretan taman, ada kebun yang memakai jaring juga lalu ada rumah kecil. Kami
tidak tahu mesti kemana hanya mengikuti jalan. Tidak jauh dari taman kecil itu
ada pos security, disanalah baru bisa kami
bertanya. Kami berhenti dan ditanya mau kemana, kami jawab pantai
Senggiling. Sebelum kami masuk, kami diminta meninggalkan kartu identitas. Wow.
Dalam hatiku masuk kesini saja harus ada identitas. Lantas milik siapa
perkebunan seluas ini. Kata securitynya jalannya masih agak jauh, terus ikuti
jalan, namun jalan aspalnya cuma sampai batas jembatan saja, sampai ke
pantainya jalannya sudah tidak beraspal. Kata securitynya jalannya kurang lebih
3 kilometer lagi dari jalan tidak beraspal itu. Katanya juga ada anak-anak yang
lagi kemping di pantai itu. Setelah mendengar penjelasan dan meninggalkan
identitas kami bergegas pergi.
Gode
waktu itu masih juga takut. Terakhir katanya dia ke Pantai Senggiling ini tahun
2010. Dan hari itu bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Indonesia, 9 tahun kemudian, ada orang yang mengajaknya
lagi ke pantai itu tiba-tiba tanpa rencana. Sungguh ide yang gila. Jalannya
perbukitan naik turun begitu, kami sampai di jembatan dan jalannya mulai tanah
merah bebatuan,benar apa security. Ku tanya Gode, bisa tidak dia membawa
motornya. Dia jawab dia bisa dan dia sanggup. Karena jalannya itu mulai
menanjak, dan bebatuan semua. Sempat was-was takut jatuh. Aku bilang aku mau
turun, tapi Gode tidak kasih, benar-benar jalan yang terjal karena sebentar
melihat ke belakang, dan rasa takut itu mulai mengalir. Setelah berhasil naik,
jalannya masih berliku naik turun, masih jalan berbatu. Tiga kilometer mungkin
lebih, malah sangat lebih, kami masih harus menemui jalan yang sama, jalan
seperti tadi, yang naik agar curam. Setelah itu, kami sampai di jalan yang berpasir,kami
rasa perjalanan tak akan sampai-sampai. Dari jalan berpasir kami mengira
pantainya sudah dekat, ternyata masih jauh, kami harus melewati ladang kelapa,
alang-alang, dengan jalan pasir yang tinggi. Dan Gode masih tetap tenang bisa
melewati itu semua hingga kami sampai ke pantai, ya Pantai Senggiling.
Kami
mengira hanya akan ada kami berdua di pantai itu, ternyata ada beberapa rumah
nelayan, berbentuk panggung yang langsung di bangun di atas pantai itu. Mungkin
sekitar 5 rumah panggung. Untuk pantainya, bagus, indah, airnya bening sekali,
namun lagi-lagi, ada beberapa sampah berserakan. Jadi, berulang kali sudah di
himbau agar kita tetap menjaga kebersihan tempat wisata yang kita datangi,
jangan mengotorinya, dan apabila tempat sampah tidak ada di tempat wisata alam,
bawalah sampah itu dulu sampai bertemu dengan tong sampah. Itukan lebih baik,
daripada mengotori tempat wisata. Kami duduk di sebatang kayu. Benar-benar
perjalanan ini terbayarkan dengan keindahan Senggiling. Kata Gode pantai ini
luas, namun ditutupi bukit-bukit jadi kalau mau melihat keindahannya lagi, bisa
menaiki bukit yang ada di ujung kanan dan kiri pantai ini. Batu-batu granit
juga ada di ujung-ujung pantai ini. Kami memutuskan untuk pergi ke arah kiri
pantai. Kami melihat-lihat sekitar sembari mempersiapkan seperangkat bendera
dan kamera. Ini titik kedua pengibaran bendera merah putih. Di salah satu
pantai tersembunyi dengan keindahan pantainya. Ingin kami jejaki dari ujung ke
ujung pantai ini, tapi setelah melihat jam, sungguh cepat sekali waktu berlalu.
Akhirnya kami menyerah dengan waktu, dan mengejarnya agar rencana terlaksana.
Suatu waktu aku ingin datang kembali ke sini. Menjejaki sepanjang garis pantai
Senggiling ini. Kami harus tinggalkan memori indah ini. Kami bersiap untuk kembali
ke arah kami datang tadi. Perjalanan masih lama, jalan masih panjang, dan aku
memutuskan aku yang membawa motornya pulang. Karena Gode pasti lelahnya luar
biasa.
Jatuh Dari Motor
Jujur
aku orang yang suka mengebut apabila naik motor, dan ku kira aku juga jago
menyalip dikemacetan jalanan. Ya, karena aku berasal dari Medan, salah satu
kota besar yang kini sudah mengalami kemacetan dimana-mana, mau tak mau aku
jadi hampir punya kemampuan selip menyelip diantara panjangnya kemacetan.
Namun, hari itu, aku yang jarang membawa motor di tengah hutan, sedikit
kesulitan, bahkan sulit sekali mengendari motor di jalan yang berpasir, apalagi
pasirnya sangat tinggi. Tidak disangka, baru saja aku yang membawa motor, aku
ingat benar, melihat speedometer di kecepatan 20km/jam, dan sepersekian detik
motor kami loncat berantakan, aku lihat Gode sudah berserakan di pasir, ya kami
berdua jatuh dari motor. Tidak kusangka, hari ini menjadi hari pertama kalinya
aku jatuh dari motor. Ya, memang belum pernah sekalipun aku jatuh dari motor.
Tubuh kami penuh pasir semua. Memang dasar orang Indonesia, sudah kena musibah
masih bilang untung. Untung jatuh di pasir, bagaimana kalau jatuh di jalan
bebatuan itu. Kami berdua saling membersihkan badan, membersihkan motor juga
yang tenggelam dalam pasir. Kata Gode, biar dia saja yang membawa, tapi aku
tetap memaksa harus aku yang membawa, karena ingin merasakan bagaimana Gode
bisa selihai itu membawa motor di jalan hutan seperti itu. Kami melanjutkan
perjalanan, tak sudah-sudah ku minta maaf pada Gode atas kelalaianku membawa
motor hingga terjatuh tadi. Masuk ke jalan tanah merah bebatuan, sekali dua
kali perbukitan bisa ku lewati, tapi di jalan terjal itu, aku tiba-tiba
gemetaran dan ngerem tiba-tiba, hampir jatuh lagi, lalu aku menyerah, aku kasih
Gode yang bawa motor. Maafkan aku Gode karena yang belum lihai membawa motor di
jalan hutan seperti ini. Akhirnya kami sampai juga ke pos security tadi. Aku juga
kaget, harus menandatangi sebuah buku, dimana itu daftar orang-orang yang masuk
ke pantai itu. Wow. Senggiling sudah menjadi milik pribadi. Ya, karena
pantainya seperti magnet yang membuat orang akan berpetualang kesana lagi.
Hari
itu, hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 74 tahun, sebagai pemuda negeri ini,
kupersembahkan kibaran bendera ku untuk ulang tahun bumi pertiwi ku. Walau misi
tak sejalan dengan rencana yang dibuat, esok masih ada, esok juga masih suasana
tujuh belasan walau bukan tanggal tujuh belas. Ceritaku akan ku lanjutnya di
episode terakhir, ya hanya tiga episode, karena cerita ku bukan sinetron. Ini masih
secuil dari Bumi Pertiwi, kita patut bangga, bahwa Kabupaten Bintan memiliki
keindahan pantai yang beragam untuk dikunjungi wisatawan mancanegara. Tetap
jaga keindahan dan kebersihan tempat wisata kita, agar kita sama-sama menikmati
keindahan ciptaan Tuhan yang tiada tara. Merdeka!
Comments
Post a Comment